1Hari ke-1, Airport Soekarno Hatta
Home » Berita » PERJALANAN WISATA PUISI TURKI

PERJALANAN WISATA PUISI TURKI

Catatan Laporan oleh : Hening Wicara

Perjalanan akan membawa kekuatan dan cinta kembali kepadamu. Jika kau tak bisa pergi ke suatu tempat, bergeraklah di lorong-lorong jiwamu.” (Jaluddin Rumi).

Untaian kata penyair sufi terkemuka itu telah menggugah PERRUAS (Perkumpulan Rumah Seni ASNUR) untuk membuat agenda Wisata Puisi dengan destinasi: TURKI.

Sebuah negara yang alamnya begitu indah dengan aneka rekam jejak budaya dan sejarah.

Di sana pula makam maulana Rumi berada, lengkap dengan kebun-kebun mawar sebagai lambang cinta sang pujangga pada Tuhannya.

Rombongan PERRUAS berjumlah 34 orang. Terdiri dari: ketua rombongan, kameramen, pemandu wisata, penyair, akademisi, guru kreatif, dan keluarga yang turut serta. Dengan list sebagai berikut:

  1. Asrizal Nur (Ketua Rombongan)
  2. Chairulsyah Wasli (Jakarta)
  3. Danny Susanto (Jakarta)
  4. Endang Widoretno (Jawa Tengah)
  5. Fatimah Wafaa (Jambi)
  6. Galang Asmara (NTB)
  7. Hadijah (NTB)
  8. Hening Wicara (Riau)
  9. Husnu Abadi (Riau)
  10. Ida Herida (Sumatera Barat)
  11. Indah Prasasti (Pemandu wisata, Jakarta)
  12. Kisman (Jambi)
  13. Kusrijanto (Riau)
  14. Lily Siti Multatuliana (Jakarta)
  15. Marlina (Riau)
  16. Nani Prihatini (Kalimantan Tengah)
  17. Nina (Jambi)
  18. Nofirza Ganefittriah (Sumatera Barat)
  19. Popon Nuraini (Jawa Barat)
  20. Putri Thania (Kameramen, Jakarta)
  21. Ratna Asiawati (Banten)
  22. Rosidah (NTB)
  23. Rosmita (Jambi)
  24. Sam Mukhtar Chaniago (Jakarta)
  25. Siti Anisa Nurlimawaty (Jakarta)
  26. Sri Hartati Murhadini (Banten)
  27. Sri Tresnowati (Jakarta)
  28. Suhaemi (Jakarta)
  29. Sulastri (NTB)
  30. Tantri Subekti (Riau)
  31. Tuti Tarwiyah Adi (Jakarta)
  32. Vironika Sriwahyuningsih (Jakarta)
  33. Winda Harniati (Riau)
  34. Yenny Satriani (Riau)

Kami berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pada hari Rabu, tanggal 28 Juni 2023 pukul 15.00 WIB, dengan pesawat Oman Air.

Kami lintasi langit utara selama delapan jam perjalanan dengan melewati empat zona waktu. Hingga kami sempat mengalami kejadian unik, yaitu ketika jarum jam di pergelangan menunjukan waktu sekitar pukul 20.00, tiba-tiba dari jendela pesawat kami melihat langit berubah warna, dari hitam temaram malam menjadi terang benderang siang.

Di belakang kursi para penumpang, peta bola dunia terpampang, memberi informasi tentang di atas belahan bumi mana pesawat kami berada. Terlihat jelas, pesawat kami baru saja melintas di batas imajiner antara wilayah terang dan gelap permukaan bumi.

Sungguh, sebuah pengalaman langka tak terlupakan.

Akhirnya, kami pun mendarat di kota Muscat, sekitar pukul 19.00 waktu setempat, atau pukul 22.00 Waktu Indonesia Barat. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan dengan bus, menuju hotel Platinum di ibukota Oman itu, untuk makan malam dan istirahat, melepas penat setelah berjam-jam duduk di bangku pesawat.

Hari ke-1, Airport Soekarno Hatta

Perjalanan Hari ke-2 (dari Oman ke Turki)

Keesokan harinya, sekitar jam 06.00 pagi, kami meninggalkan hotel Platinum untuk kembali ke bandara kota Muscat, melanjutkan perjalanan ke Istambul (Turki).

Cuaca Oman pagi itu sangat cerah, udara bahkan terasa gerah, meski matahari belum singgah.

Di sepanjang perjalanan menuju bandara, kami nikmati pemandangan kota Muscat yang makmur, seperti makmurnya negeri-negeri teluk penghasil minyak bumi, yang telah menjadi pusat bisnis dunia sejak lama.

Kami lihat pula pohon-pohon kurma berjajar di tepi jalan sedang berbuah lebat. Ada yang buahnya berwarna merah, ada yang kuning, dan ada juga yang masih hijau.

Sungguh sebuah pemandangan memesona yang tak dijumpai di tanah air tercinta.

Dari bandara Muscat yang modern dan mewah, kami berangkat menuju Istanbul pukul 9.00 waktu setempat, masih dengan pesawat Oman Air. Kami mendarat di kota ‘Gerbang Timur dan Barat’ (Istanbul) sekitar pukul 14.00 waktu setempat, setelah 5 jam di dalam pesawat. Sepertinya, tidak ada perbedaan waktu antara Istanbul dan Muscat.

Di bandara Istanbul, saat pengambilan bagasi, kami mendapati koper salah-satu peserta rusak, yaitu koper milik bapak Danny Susanto (Sastrawan dan akademisi asal DKI Jakarta) pecah di bagian sudut kopernya. Dan Alhamdulillah beliau mendapat koper baru dari pihak maskapai Oman Air, sebagai pengganti koper yang rusak tersebut.

Senyum kembali mengambang, tak hanya di wajah pak Danny, tapi juga di wajah seluruh rombongan PERRUAS yang hendak melanjutkan perjalanan menuju kota Bursa.

Kali ini, mbak Indah selaku pemandu wisata dari Musa Travel dibantu oleh warga negara Turki, yang kami panggil: bang Mehmet.

Menuju kota Bursa kami melewati jembatan gantung Osman Gazi, di atas perairan selat Bosphorus.

Kota Bursa adalah kota kelahiran Osman Gazi, bapak pendiri Dinasti Ustmaniyah. Di kota yang berjarak 194 kilometer ke arah selatan Istanbul itulah Kerajaan Ustmaniah pertama kali berdiri.

Dan jembatan Osman Gazi sengaja dibangun untuk mengenang pendiri kerajaan Ustmaniyah (Ottoman) tersebut. Panjangnya 2,6 KM. Diresmikan 7 tahun lalu, tepatnya tanggal: 1 Juli 2016.

Sebelumnya, Turki sudah punya tiga jembatan gantung bak Golden Gate San Fransisco (2,7 KM), yakni:

– Jembatan Sultan Muhammad Alfatih (1.5 KM),

– Jembatan Bospohorus (1.6 KM),

– Jembatan Sultan Salim (2.1KM)

Sebelum sampai di Bursa, kami menikmati makan siang kedua di sore hari nan sejuk pada sebuah Rest Area. Makan siang pertama kami dapat di dalam pesawat menuju Turki.

Di rest area ini pula pembuatan video puisi para peserta dimulai. Rosmita dari Jambi kebagian shooting di lokasi rest area yang luas, bersih, tenang dan lengang itu, dengan judul puisinya: Turki, Bangkitlah.

Matahari masih memancarkan sinarnya kala kami tiba di penginapan kota Bursa, bernama: Gonluferah Hotel.

Di sini kami mendapat suguhan makan malam, sambil kami berdiskusi terkait agenda puncak di Turki: Pentas Puisi.

Di hotel ini, banyak anggota PERRUAS yang mengalami hal lucu saat hendak pertama mencari kamar. Ada yang kesasar, ada yang mutar-mutar, ada pula yang di dalam lift bolak-balik  turun naik.

Sungguh, kejadian yang bikin panik namun juga mengundang tawa.

Makan Malam di hotel Platinum, Oman

Perjalanan Hari ke-3 (kota Bursa)

Setelah check out dari hotel Gonluferah, kunjungan pertama kami di ujung bulan Juni itu adalah: Munira Bursa Lokumcusu, nama lainnya Munira Turkish delight.

Di pintu masuk, kami disambut hangat oleh para karyawan tokonya yang mahir berbahasa Indonesia. Bahkan, kami rombongan PERRUAS diberi diskon special 20% untuk setiap pembelian.

Di sini kami berbelanja oleh-oleh khas Turki. Selain manisannya yang tersohor, ada aneka sabun dan parfum. Tersedia juga rempah-rempah dan obat-obatan herbal yang terkenal ampuh sebagai obat penyembuh alternatif. Pernak-pernik Turkiye juga banyak dipajang di toko ini.

Selanjutnya, kunjungan kedua adalah: Bursa Ulu Camii.

Merupakan salah satu masjid terbesar dan tertua di Turki, yang dibangun pada tahun 1399, dan sampai hari ini kondisinya masih asli (belum pernah dan belum perlu direnovasi). Lokasinya di pusat kota Bursa. Para pengamat seni arsitektur masjid menyebutkan bahwa masjid Agung Bursa ini adalah masjid dengan gaya arsitektur murni bangsa Selcuk. Arsiteknya yang bernama Ali Neccar, membuat masjid yang di dalamnya ada air mancur sebagai tempat berwudhu.

Kunjungan ketiga di hari itu adalah: Green Mosque Bursa atau dalam bahasa setempat disebut Yesil Camii (Masjid Hijau). Karena interior Masjid didominasi oleh warna hijau pastel, dan berada di kawasan Yesil (kawasan hijau). Design interior eropa kuno mendominasi masjid ini.

Sungguh takjub memandang keindahan setiap lekuk dan sisi bangunan ini. Masya Allah!

Dari Green Mosque, kami melanjutkan perjalanan ke desa Cumalikizik yang terletak di kaki gunung Uluda, Bursa.

Desa tersebut adalah salah satu desa peninggalan Dinasti Ustmaniah, yang masih terjaga kelestariannya.

Di desa ini banyak masyarakat berjualan aneka dagangan yang memanjakan mata dan dompet para wisatawan. Bahkan, di desa ini rombongan PERRUAS banyak yang berbelanja, sambil menikmati kopi khas Turki yang diseduh menggunakan pasir panas.

Kunjungan hari ini ditutup dengan makan siang dalam sebuah restoran di Bursa.

Di dalam bis menuju hotel sore itu, rombongan PERRUAS tak hanya menikmati keindahan pemandangan alam Turki, tapi juga menikmati keindahan puisi-puisi yang  yang berjudul: Pada Lembaran Doa dari Tanah Bulaeng, yang dibawakan oleh penulisnya: Ule Ceny dari NTB. Dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh Sam Mukhtar Chaniago yang berjudul: Selamatkan Turki, karya Tuti Tarwiyah Adi.

Sekitar pukul 20.00 waktu setempat kami sampai di Hotel Hitit, di kota Selcuk. Untuk makan malam dan istirahat yang cukup, guna menghadapi kunjungan di hari berikut, yang tentunya semakin membuat kami takjub pada Sang Maha Hidup.

Hari ke- 3 di Bursa

Hari ke-3, Bursa Ulu Cami

Perjalanan Hari ke-4 (Selcuk dan Pamukkale)

Tepat pukul 8.00 pagi kami memasuki bis yang parkir di halaman hotel Hitit, menuju Galery Jaket Kulit (Leather Factory).

Sampai di sana, rombongan PERRUAS disambut ramah oleh para petugas gallery yang wajah dan gayanya mirip-mirip artis Hollywood. Kemudian kami diajak masuk ke ruangan Fashion Show, menyaksikan para model cantik dan tampan melenggak-lenggok di atas catwalk.

Di ujung atraksi, mereka memilih beberapa dari kami untuk masuk ke ruangan khusus. Di dalam ruangan itu, kami diberi sebuah jaket untuk dipamerkan di atas catwalk.

Ya! kami diminta jadi model Fashion Show dadakan.

Beberapa dari kami bereaksi malu-malu, mungkin karena tidak pandai bergaya atau mungkin juga memang pemalu dari sononya. Namun, ada pula yang lenggak-lenggoknya tak kalah dengan model asli Turki yang kami tonton tadi. Bahkan, ada yang berjalan di catwalk dengan gaya jaipongan.

Sungguh, mengundang tawa dan sangat berkesan.

Setelah itu, kami digiring masuk ke ruang galerynya yang mewah. Harga jaket kulit di gallery tersebut tak bisa dibilang murah. Namun banyak juga anggota rombongan PERRUAS yang berbelanja jaket di sana.

Dari Leather Factory kami menuju kota kuno Ephesus, yang merupakan kota terbesar di dunia pada tahun 1000 masehi, juga sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan.

Saat menjelajahi puing-puing reruntuhan di Ephesus ini, kami seolah melangkah ke masa lalu yang penuh kejayaan. Dan kami menjadi saksi betapa reruntuhan Perpustakaan Celsus, Teater Agung, dan Kuil Artemis dari jaman Romawi dan Yunani kuno itu terpelihara dengan baik.

Di Ephesus ini, PERRUAS melakukan pembuatan video 3 puisi, yaitu: Menetes Air Mataku di Selat Bosphorus karya Husnu Abadi, Ku Telusuri Wajah Turki karya Ponnoer, dan Jejak Efesus karya Vironika Sri Wahyuningsih.

Di dalam bis dari Ephesus menuju restoran untuk makan siang, kami menyimak pembacaan puisi oleh Hening Wicara, berjudul: Perempuan Pengembara. Berikut puisinya:

Perempuan pengembara,
Kulitnya abu-abu
Diterpa terik dan debu
Di tangannya sekuntum bunga ditiup angin
Kelopaknya jatuh ke labirin
Bertaruh meraih ingin
Tak peduli takdir berkata lain

Perempuan pengembara,
Berjalan sendirian
Dalam deras hujan
Dilewatinya satu demi satu persimpangan
Yang membelah-belah harapan
Sekedar memastikan
Apakah di titik-titik kenangan masih ada debaran?

Perempuan pengembara,
Membiarkan angin menerpa wajahnya
Melatih bibirnya selalu melengkung ke atas
Membentuk senyum seulas

Kini, di dadanya hanya ada dua musim
Kemarau yang mungkin masih panjang
Dan semi yang pasti selamanya

Batam, Mei 2023

Usai makan siang, kami melanjutkan kunjungan ke Hierapolis di Pamukkale. Yaitu bangunan teater terbesar yang dibiarkan apa adanya, tanpa sentuhan renovasi. Konon di jamannya bangunan teater ini bisa menampung 15,000 pengunjung.

Di lokasi bersejarah ini, PERRUAS membuat sebuah video puisi karya Ida Herida, berjudul:  Turki, Negeri yang Indah.

Menuju lokasi ini, kami naik kendaraan khusus diperuntukan bagi mereka yang enggan jalan kali, karena jaraknya memang cukup jauh. Dari gerbang lokasi ke panggung teater ini lebih kurang 4 kilometer. Menyaksikan Hieropolis, akan terlintas di pikiran, betapa majunya peradaban dan seni di Turki jaman dahulu kala.

Dari Hierapolis, kami kembali naik bus ke Cotton Castle (Istana Kapas), yang dalam bahasa Turki disebut: Pamukkale. Merupakan bentangan alam yang luar biasa indahnya. Hamparan batu seputih kapas berpadu dengan gunung-gunung dan bukit-bukit di sekitarnya.

Air hangat kaya mineral mengalir dari puncak pegunungan mengairi setiap jengkal lereng-lereng yang menghampar luas, sehingga menciptakan kontur yang sangat eksotis.

Saat menginjakkan kaki di hamparan bebatuan yang berwarna putih itu kita seolah menginjak salju, saking lembutnya. Bahkan dari kejauhan, situs alam ini terlihat seperti istana es. Namun nyatanya air dan keseluruhannya begitu hangat.

Di Pamukkale, PERRUAS membuat 2 video puisi, yaitu: karya Endang Widoretno, berjudul: Di Selat dan Pesona Turki karya Ratna Asiawati.

Kesan yang terasa saat berada di Pamukkale ini adalah: kita seolah terbenam dalam sejarah sambil berendam air hangat di hamparan alam yang indah.

Sebelum matahari tenggelam, kami sudah beranjak meninggalkan Istana Kapas menuju hotel Tripolis, tempat kami makan malam dan bermalam, semalam.

Hari ke-4,  Pamukale

Galery Jaket Kulit

Perjalanan Hari ke-5 (Konya)

Sama seperti hari sebelumnya, tepat jam 8.00 kami sudah menaiki bus, mengunjungi Textile Factory Outlet, yang bernama: Pam Leather. Letaknya tidak jauh dari hotel, kurang lebih 20 menit naik bus.

Di FO ini, khusus rombongan PERRUAS mendapat voucher diskon 40% untuk setiap pembelian produknya. Rombongan PERRUAS yang sebagian besar perempuan beramai-ramai berbelanja di toko ini, karena produknya memang favorit ibu-ibu, seperti: baju, jaket modis, rompi, jilbab, sepatu, taplak meja, keset kaki, dll.

Usai dari FO di daerah Pamukkale tsb, bus melaju menuju tempat yang sudah ditunggu-tunggu oleh para peserta Wisata Puisi Turki PERRUAS, yaitu: Konya.

Kami tak sabar ingin mengunjungi Mevlana Musseum, untuk berziarah ke makam Jalaluddin Rumi sang pujangga idola, guna menyaksikan langsung Istana Kebun Mawar atau Rose Garden di sekitar makam tersebut.

Mawar, sebagai bunga yang sering menjadi inspirasi puisi sang maestro ini konon sengaja dipelihara sang sufi di halaman rumah yang sekaligus dijadikannya sekolah.

Di mata Rumi, mawar tak hanya sekedar penghias taman, melainkan juga sebagai lambang cintanya pada Tuhan.

Sungguh, puitis dan romantis.

Di Rose Garden Konya ini, PERRUAS membuat satu video musikalisasi puisi karya Marlina, berjudul: Butiran Cintaku Bertasbih.

Tanpa disengaja, kami ternyata terlalu lama di rumah Rumi. Hingga waktu yang dijadwalkan untuk tiba di Sulthani Caravan Serai seharusnya jam 16.00 mundur menjadi jam 18.00 waktu setempat. Agenda kami di sini memang hanya sebentar, sekedar mengambil dokumentasi di salah satu caravan terbesar di dunia, dan pembuatan video puisi tentunya. Di spot ini giliran Hadijah dengan puisinya: Turki, Aku Datang dan Kupeluk Pesonamu, Turki” karya *Rosidah.

Caravan ini sengaja dibangun oleh Sultan Aladdin di abad ke 13, sebagai tempat menginap dan makan gratis, bagi para pedagang dan militer jaman dulu yang melakukan perjalanan dari Konya ke Aksaray. Di Caravan inilah mereka berkomunikasi antar pedagang, sekaligus melakukan jual beli.

Kelamaan di Konya juga mengakibatkan perjalanan jauh yang harus kami tempuh menuju Cappadocia jadi tertunda sekitar 2-3 jam. Namun, selalu ada hikmah dibalik kejadian apapun.

Di perjalanan terpanjang naik bus selama Wisata Puisi Turki ini, tepatnya di wilayah pertanian menuju Cappadocia, kami menyaksikan pemandangan yang langka, yaitu: bulan di sisi kanan, dalam wujudnya yang purnama bersinar terang. Sedangkan di sisi kiri, kami saksikan matahari dalam bentuk bulat sempurna bersinar jingga.

Hingga puisi-puisi pun bergulir dari jemari para penyair:

Duhai Rumi sang pujangga
Sepulang dari makammu yang sederhana
Kami mendapat hadiah dari Sang Maha Cinta
Sore itu, dalam bus yang terus melaju
Mata kami disuguhi panorama paling puisi
Sebuah pementasan yang serentak disajikan
Oleh matahari di sebelah kiri
Dan bulan di sebelah kanan

Sore itu, suasana di dalam bis demikian syahdu. Rombongan PERRUAS terkesima melihat dua benda langit bertemu saling memadu rindu, dalam nuansa cahaya cinta Yang Satu.

Malamnya, kami tiba di hotel Suhan di wilayah Cappadocia sekitar jam 10.00 waktu setempat. Alhamdulillah hotel masih menunggu kami untuk sajian makan malam yang lezat.

Kami bersyukur sekali, karena biasanya hotel-hotel di Turki hanya bisa menunggu sampai jam 9 malam saja.

Mevlana Musseum, untuk berziarah ke makam Jalaluddin Rumi

Perjalanan Hari ke-6 (Cappadocia)

Pagi itu, usai sholat subuh. Kami sudah ditunggu oleh mobil-mobil jeep yang akan membawa kami ke arena balon udara. Ternyata agenda ini tidak bisa dilakukan setiap hari, karena penerbangan balon udara sangat tergantung pada cuaca. Balon udara hanya bisa terbang jika angin bergerak normal dan tidak sedang hujan. Alhamdulillah pagi itu cuaca cerah dan angin bersahabat.

Indahnya langit dengan aneka balon-balon udara di Cappadocia pagi itu, sungguh tak terlukis oleh kata-kata, dan telah menjadi sebuah kenang yang tak akan hilang, tak mungkin lekang.

Jeep yang kami tumpangi pun tak kalah seru. Driver-drivernya sengaja memperlihatkan atraksi menguji adrenalin. Mereka mengendarai jeep tsb dengan memilih jalan-jalan yang terjal untuk dilalui. Barangkali tujuannya agar para penumpang histeris, hingga tak hanya balon-balon, jeep-jeep mereka pun turut jadi kenangan yang tak terlupakan.

Di arena balon udara Cappadocia, PERRUAS membuat 5 video puisi, yaitu: Si Jelita Haia Sohia karya Nofirza Ganefittria, Rindu Cappadocia karya Sri Hartati, Cahaya Turki karya Nina, Empati Hati karya Fathimah Wafaa, dan Romantika Cappadocia karya Suhaemi.

Kami kembali ke hotel sekitar jam 07.30 pagi. Kemudian kami bersiap untuk sarapan dan melanjutkan kunjungan.

Tepat jam 09.00 pagi, kami naik bus untuk City Tour Cappadocia. Hari itu, tempat kedua yang kami kunjungi adalah: Goreme Panorama (Pigeon Valley / Lembah Merpati).

Dari tempat kami berdiri, tampak indah panorama lembah yang tak ada duanya. Terdiri dari perbukitan batu, dengan tebing-tebingnya berbentuk kerucut, mirip kue kering meringue.

Tempat ini sebenarnya adalah kompleks gereja dan biara yang berasal dari abad ke 11. Kompleks ini dibangun dari bebatuan lunak khas Cappadocia. Kini kawasan ini tidak lagi berfungsi sebagai rumah ibadah, hanya sebagai museum saja.

Sungguh tempat ini sangat indah dan kaya sejarah.

Di Lembah Merpati, PERRUAS membuat 4 video puisi, yaitu: Selamatkan Turki karya Tuti Tarwiyah Adi, Edorgan, Meniti Jalan Sepi karya Sam Mukhtar Chaniago, Doaku Untukmu karya Sri Tresnowati, dan Kuterka Turki karya Hening Wicara.

Dari Lembah Merpati, kami menuju Lembah Fantasi. Hampir sama dengan tebing dan bebatuan di Lembah Merpati, hanya saja bebatuan di Lembah Fantasi ini lebih unik. Bentuknya beragam, ada yang seperti unta, ada yang seperti jamur, ada pula yang seperti ibu dan anak berpelukan. Sungguh, luar biasa indahnya.

Di Lembah Fantasi ini, rombongan PERRUAS melakukan test pembacaan puisi bersama per kelompok sebagai latihan untuk agenda puncak pentas puisi Turki  dua hari kemudian.

Kelompoknya ada dua. Dan keduanya membawakan puisi karya Jalaluddin Rumi. Puisi kelompok satu berjudul Pukulan dari Langit, dan puisi kelompok dua berjudul Hanya Engkau.

Sungguh, kami tidak menyangka, para turis yang juga sedang mengunjungi Lembah Fantasi turut menonton latihan perdana kami. Mereka memperhatikan, menyimak, bahkan ada pula yang merekam dari awal sampai akhir. Barangkali mereka mengira kami sedang perform atau sedang ngamen. Sayang sekali tidak ada dari kami yang berinisiatif menjalankan kencleng. Padahl kan lumayan buat nambah lira, hahahaa.

Dari Lembah Fantasi, kami menuju sebuah bangunan prasejarah bawah tanah, dimana awalnya tempat ini adalah gua batu yang dipahat sendiri oleh para pelarian ketika dulu perang masih berkecamuk.

Di dalam bangunan bawah tanah itu udara terasa sangat sejuk, berbeda dengan hawa di luar karena Turki saat itu musim panas. Kami melihat ada ruangan yang berfungsi sebagai dapur, juga ada ruangan yang berfungsi sebagai gereja, bahkan konon mereka juga penyimpanan ternak di jalur-jalur lorong pelarian itu.

Kami sungguh merinding, membayangkan bagaimana para pelarian itu bisa hidup di bawah tanah itu bertahun-tahun. Salut!

Selanjutnya, kami dibawa ke Galery Permata (Turqouise Stone Handicraft). Di tempat ini, kami disajikan aneka perhiasan yang terbuat dari emas dan bebatuan khas. Sungguh indah, namun terhadap dompet harganya kurang ramah.

Selanjutnya, kami mengunjungi Turkish Carpet Factory. Kami tidak menyangka kalau karpet-karpet Turki itu ternyata buatan tangan. Sebuah karpet memakan waktu 3 bulan pengerjaan hingga selesai.

Dan menyaksikan tangan wanita-wanita Turki itu memainkan aneka benang di hadapannya, sungguh decak kagum kami pada Sang Maha, yang telah mengijinkan karpet-karpet indah itu tercipta melalui tangan manusia. Masya Allah!

Hari itu, kami sampai di hotel jauh lebih awal dari biasanya. Ini sengaja direncanakan oleh panitia mengingat di hari tersebut aktivitas kami juga dimulai lebih cepat, sebelum matahari bangun kami sudah berangkat.

Malamnya, peserta pentas puisi PERRUAS kelompok 2, yang dikoordinir oleh Hening Wicara, melakukan latihan pembacaan puisi bersama, dibimbing langsung oleh ketua PERRUAS, Asrizal Nur (bang Asnur).

Latihan malam itu dimulai sekitar pukul 21.30, usai sholat magrib.

Ohya, saat kami berada di Turki, jadwal sholat memang jauh berbeda dengan di Indonesia, terutama Magrib dan Isya.

Karena di Turki saat itu, waktu siang lebih panjang daripada waktu malam. Magrib di Turki jam 20.45. Sedangkan waktu Isya jam 22.30.  Sementara waktu Subuh nya lebih cepat dibanding di Indonesia, yaitu jam 03.45 waktu setempat.

Bayangkan, jarak antara sholat Isya ke sholat subuh di keesokan harinya kurang dari 5 jam. Sedangkan kita di Indonesia, selisih Isya ke Subuh adalah sekitar 9 – 10 jam.

Hari ke-6 Cappadocia

Lembah Merpati

Perjalanan Hari ke-7 (Ankara)

Pagi itu setelah sarapan, sebagian dari peserta mengeksplorasi kawasan hotel di Cappadocia tempat kami menginap dua malam. Terutama di halaman belakangnya, tempat latihan baca puisi tadi malam.

Ternyata pemandangannya sungguh memesona. Di belakang hotel itu mengalir sungai Kizilimak (sungai merah) yang dikenal sebagai sungai terpanjang di Turki.

Dan pada langit lembayung di hilirnya melengkung dua busur pelangi, yang bias warnanya begitu jelas.

Sementara di pagar taman itu tergantung tiga pot petunia juga warna-warni: merah, pink, dan ungu. Kuntum-kuntum petunia yang mekar sempurna dalam tiga pot gantung itu, telah menjadi saksi indahnya pagi di tepi sungai Kizilimak yang tenang.

Di halaman belakang hotel wilayah Cappadocia ini, PERRUAS membuat 3 video puisi, yaitu: Kami Datang Untukmu Turki karya Yenni Satriani, Jika Turki Adalah Impian karya Nani Prihatini, dan Assalammualaikum Turki karya Siti Anisa Nurlimawati.

Tepat jam 08.00 kami berangkat menuju ibukota Turki, Ankara.

Dan menjelang waktu makan siang, kami tiba di danau garam, yang bernama: Tuz Golu.

Merupakan danau Garam terbesar di dunia. Lokasi Tuz Golu ini terletak di wilayah Anatolia Tengah, sebelah timur laut Konya. Selain menjaga keindahan dan kebersihan laut garam, penduduk setempat juga mengelola garam-garam hasil buminya menjadi sabun dan bahan-bahan kecantikan. Ada untuk penghalus kulit, pemutih wajah, penghilang kantung mata, pembasmi bruntusan, pelenyap jerawat, dll.

Sungguh, kreatif sekali!

Di Tuz Golu ini, PERRUAS membuat sebuah video puisi karya Aning Sabariah, yang untaian kata-katanya mengingatkan kita betapa Turki pernah berjasa membantu Aceh pasca tsunami belasan tahun lalu. Puisi itu berjudul: Jejak Derai Lara

Setelah makan siang, kami tiba di Ibu Kota Turki, Ankara. Kami mengunjungi Ataturk Orman Ciftligi yang merupakan monumen makam dari Mustafa Kemal Ataturk (Presiden pertama Turki). Tempatnya yang megah dan sangat luas dijaga ketat oleh para tentara, dan tetap terbuka untuk umum.

Di lokasi ini, PERRUAS membuat 3 video puisi, yaitu: Pada Lembaran Doa dari Tanah Bulaeng karya Ule Ceny, Mustafa Kemal Atarturk karya Lily Siti Multatuliana, dan Turki Negara Idaman karya Winda Harniati.

Menyaksikan kemegahan makam Mustafa Kamal, kami jadi tergugah untuk menulis puisi untuk Rumi:

Duhai Rumi sang sufi
Sungguh kami setuju denganmu
Bahwa mempercantik kuburan itu
Bukan dengan keramik, kayu, atau batu
Melainkan dengan menggali kedalaman rohani
Lalu mengubur keakuan diri
Dalam kehendak Illahi

Sorenya kami bertemu perwakilan Kedubes RI untuk Turki di tengah semaraknya kota Ankara.

Di sana kami berfoto bersama sebagai dokumentasi dan bukti cinta pada negeri.

Dari kota Ankara, kami meneruskan perjalanan ke kota Istanbul.

Kami tiba di hotel nyaris pukul 21.00. Dan Alhamdulillah kami bisa mendapatkan makan malam dari hotel.

Usai makan malam, peserta Wisata Puisi Turki (Kelompok 1) yang di koordinir oleh Sabariah melakukan latihan bersama, dipandu langsung oleh ketua PERRUAS, bang Asnur.

Perjalanan Hari ke-8 (Pentas Puisi di Selat Bosphorus)

Pagi itu adalah pagi istimewa bagi para peserta Wisata Puisi Turki. Bayangkan, kami tampil di negara orang dengan pakaian khas daerah masing-masing. Ada yang memakai baju teluk belanga, baju kurung, kebaya, baju adat Nusa Tenggara, baju dayak, dan ada juga yang memakai batik khas Indonesia.

Ya, kami melakukannya untuk acara puncak Wisata Puisi Turki, yaitu: Pentas Puisi di atas kapal pesiar yang berlayar di selat Bosphorus. Sekaligus peluncuran buku Antologi Puisi : Doa untk Turki, sebagai puncak acara Wisata Puisi Turki 2023.

Acara puncak tersebut, di awali dengan kata sambutan, baik dari pihak PERRUAS sebagai penyelenggara (Asrizal Nur), maupun dari pihak TURKI sebagai tuan rumah.

Tantri Subekti penyair asal Riau bertugas sebagai MC di acara puncak tersebut.

Setelah itu, puisi-puisi dibacakan oleh para penyair tanah air, yaitu: Asrizal Nur, Husnu Abadi, Sam Mukhtar Chaniago, Danny Susanto, Tuti Tarwiyah Adi, Galang Asmara, Tantri Subekti, dan Lily Multatuliana.

Puncak pentas puisi Turki adalah pembacaan puisi bersama oleh kelompok satu dan kelompok dua bergantian. Puisi penutup adalah puisi kelompok dua yang pembacaannya diawali dengan syair oleh Winda Harniati yang suaranya begitu merdu dan pernah mendapatkan penghargaan Pelaku Maestro Syair dari Kemdikbud sebagai warisan budaya tak benda tahun 2018 lalu.

Berikut bunyi syairnya:

Dengan bismillah
Bermula madah
Muhibbah budaya syair berkisah
Indonesia – Turki jalin muhibbah
Semoga menjadi amal ibadah

Sebagai penutup keseluruhan agenda di atas kapal pesiar tersebut adalah Lomba Putri Indonesia ala PERRUAS. Yang menjadi peserta adalah seluruh perempuan rombongan PERRUAS yang sudah berbusana daerah. Sedangkan yang menjadi jurinya adalah pihak tuan rumah (Turki) yang semuanya laki-laki.

Dan hasil penilaian juri, pemenangnya adalah:

Juara 1: Suhaemi pakaian adat Lampung

Juara 2: Rosidah pakaian adat Nusa Tenggara Barat

Juara 3: Fatimah Wafaa pakaian adat Jambi

Usai agenda pentas puisi, kami makan siang di sebuah restoran nusantara. Sungguh, lidah kami yang sejak keberangkatan harus bersilat dengan makanan bercitarasa Turki, siang itu dimanja oleh selera leluhur. Sungguh kami begitu terhibur dan mengucap banyak syukur.

Setelah makan siang, kami melakukan City Tour di kota Istanbul. Tujuan pertama kami adalah: The Blue Mosque terkenal dengan interiornya yang serba biru. Masjid yang indah. Gaya arsitekturnya campuran Arab dan Eropa.

Hari ke-8 The Blue Mosque

Hari ke-8 Hagya Sofya

Selanjutnya, kami berjalan kaki ke bangunan indah sangat popular di Turki, yaitu: Hagia Sophia. Merupakan bangunan kuno yang dahulunya adalah gereja Katedral Ortodoks. Namun pada tahun 1453 Hagia Sophia dialihkan menjadi Masjid (di masa Kesultanan Utsmaniyah). Kemudian bangunan ini dibuka sebagai Museum pada tahun 1935. Dan sekitar pertengahan tahun 2020, Hagia Sophia dikembalikan lagi fungsinya sebagai masjid, setelah memenangkan Pengadilan Turki yang memutuskan bahwa pengubahan fungsi Hagia Sophia dari Masjid menjadi Museum adalah Ilegal.

Hagia Sophia adalah maha karya arsitektur dan kesaksian tentang interaksi keberagaman antara Eropa dan Asia selama berabad-abad.

Terlihat jelas di bagian atas kubah Hagia Sophia masih menyisakan lukisan bunda Maria yang dipadu dengan tulisan ayat Alquran.

Sungguh, tingkat toleransi beragama yang tinggi dan penuh harmoni.

Di lokasi ini, PERRUAS membuat 2 video puisi, yaitu: Istanbul Kekasihku karya Danny Susanto, dan Istanbul yang Kurindu karya G. Asmara.

Dari Hagia Sophia, kami lanjut berjalan kaki cukup jauh ke Grand Bazaar. Di sana tujuan utama memang untuk belanja oleh-oleh. Namun, sebagian besar peserta Wisata Puisi Turki PERRUAS sudah menabung oleh-oleh sejak hari pertama perjalanan, saat singgah di tempat-tempat wisata dan tempat-tempat bersejarah di Turki.

Peluncuran Buku Antologi Puisi : Doa untuk Turki

Lily Siti Multatuliana, Baca Puisi dalam acara Pentas Puisi Turki

Perjalanan Hari ke-9 (Terbang ke Muscat)

Inilah hari terakhir rombongan PERRUAS menapaki Turki yang keindahannya hakiki. Namun sebelum berangkat, PERRUAS sempat membuat 1 video puisi di halaman hotel, yaitu puisi karya Tantri Subekti berjudul: Turki Bertasbih.

Pagi itu sekitar jam 10.00, kami bersiap naik bus menuju bandara Istanbul. Kami terbang meninggalkan Turki melalui kota ‘Gerbang Timur dan Barat’, dengan Oman Air yang berangkat jam 14.00 waktu setempat. Sungguh, senja merona jingga saat pesawat kami mendarat di Muscat.

Perjalanan Hari ke-10 (Muscat to Bangkok dan KL)

Setiba di Muscat, rombongan kami terbagi jadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang terbang ke Jakarta via Bangkok. Kedua, kelompok yang terbang ke Jakarta via Kuala Lumpur.

Kelompok yang rutenya melewati Kuala Lumpur berangkat dari Muscat dan tiba di Jakarta lebih awal, sekitar jam 11 siang. Sedangkan kelompok yang terbang dari Muscat ke Bangkok, tiba di Jakarta pada sore harinya sekitar pukul lima.

Alhamdulillah di senja Jumat itu, seluruh rombongan Wisata Puisi PERRUAS yang telah menyaksikan keindahan Turki selama lebih kurang 10 hari, telah tiba kembali di bumi pertiwi dengan sukacita di hati.

Kini, di dada kami mulai terpatri kata-kata yang ditulis Maulana Jalaluddin Rumi:

“Di dalam cahaya-Mu aku belajar mencintai. Di dalam keindahan-Mu aku belajar menulis puisi”.

Pekanbaru, 17 Agustus 2023

Tags in