“Bagi setiap perjalanan, sebaik-baik bekal adalah taqwa, sebaik-baik kawan adalah ilmu, sebaik-baik buah tangan adalah akhlak mulia”
-Salim A. Fillah-
Untaian kata di atas telah menggugah PERRUAS (Perkumpulan Rumah Seni Asnur) untuk kembali melakukan Wisata Puisi. Kali ini dengan destinasi: 3M (Mesir, Madinah, Mekah).
Dua negara di kawasan Timur Tengah, yang telah ditakdirkan menjadi tempat turunnya para nabi utusan Allah SWT.
Rombongan berjumlah 24 orang, terdiri dari: Ketua Perruas, Penyair, Akademisi, Guru Kreatif, Kameramen, dan anggota keluarga para peserta yang turut serta. Rombongan didampingi oleh seorang Tour Guide yang baik hati dan bertanggung jawab, bernama: Ustadz H. Munir Zainuddin, Lc. C.A.H. yang merangkap Muthawif Umrah rombongan wisata puisi. Beliau merupakan alumni Universitas Al Azhar, Kairo, sekaligus perwakilan dari travel umrah yang digandeng Perruas, bernama: PT. Al Bayt Wisata Universal, yang berkantor di Jakarta.
Sebelum berangkat, masing-masing peserta diminta membuat satu puisi tentang Mesir, Madinah, atau Mekah, untuk pembuatan video puisi oleh Perruas. Lokasi shootingnya disesuaikan dengan isi puisi. Penulis membuat sebuah puisi berjudul: “Desir Pasir Mesir”, sbb:
Mesir,
Aku sampai di pintu negerimu
Dengan setangkai bunga rindu
Yang kuselipkan di telinga waktu
Sejak kudengar desir pasirmu
Hendak kudatangi sungai abadi
Yang alirnya menari di tengah sahara
Mengairi gersang jaman
Mendenyutkan jantung peradaban
Hendak kurasakan sejuk air misteri
Yang telah menyelamatkan nyawa Musa
Yang tak sudi membasuh nasib Firaun
Yang enggan membersihkan takdir Cleopatra
Yang setia menjaga Sphinx dan Piramida
Hendak kusentuhkan pula sepuluh jemari berkeringat debu dan noda
Pada riak sunyi yang bertasbih bersama semesta
Hingga kesucian kisah-kisah purba itu bersenyawa dengan kulitku
Menyusup ke dalam sel-sel tubuhku
Memancarkan kemuliaan cinta pada Yang Satu
Kairo, November 2024
Kami berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pada hari Jumat, tanggal 1 November 2024 pukul 10.00 WIB, dengan pesawat Malaysia Airlines. Kami transit selama 5 jam di bandara KLIA, Malaysia. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke bandara King Abdul Aziz, Jeddah selama 8 jam penerbangan dengan Saudia Airlines, untuk transit lagi selama 2 jam. Selanjutnya kami terbang kembali dengan maskapai yang sama menuju kota Kairo di Mesir, selama lebih kurang 3 jam.
Kami mendarat di benua Afrika tepatnya di bandara CAI (Cairo Airport International) Mesir, sekitar pukul 3.00 dini hari waktu setempat. Terdapat perbedaan waktu 5 jam antara Jakarta dan Kairo.
Kunjungan pertama kami di Mesir adalah ke sebuah mesjid yang letaknya persis di sebelah bangunan gedung kampus tertua di dunia, yaitu mesjid Al Azhar, Kairo. Di mesjid tsb, rombongan wisata puisi melakukan qiyamul lail, sholat subuh berjamaah dan berganti pakaian menggunakan seragam hijau Perruas. Selanjutnya, kami menuju tempat sarapan di sebuah restoran, bernama Restoran Bumbu Indonesia, berlokasi di wilayah Giza, kota Kairo.
Kami melanjutkan perjalanan menuju kawasan ikonik Mesir kuno yang tak jauh dari restoran tsb, yaitu Kawasan Piramida Giza. Di situ ada 3 piramida besar, masing-masing bernama: Piramida Menkaure, Piramida Khafre, dan Piramida Khufu. Mata kami tak berkedip saat pertama kali menatap bangunan yang menempati urutan ke satu dalam Tujuh Keajaiban Dunia Kuno itu. Tak terbayang, bagaimana cara manusia 4700 tahun lalu dengan segala keterbatasan teknologi mampu mendirikan bangunan besar yang masih kokoh hingga saat ini. Allahu Akbar terucap dari bibir kami atas kebesaran dan keperkasaan Sang Khalik di balik setiap maha karya hasil kreatifitas makhlukNya.
Di kawasan piramida ini, Perruas membuat 4 video puisi, masing-masing puisi karya: Hening Wicara, Puji Haryati, Tantri Subecti, dan Winda Harniati.
Dari kawasan piramida, kami mengunjungi Sphinx, patung besar makhluk mitologis yang memiliki kepala singa dan tubuh manusia. Di sini Perruas membuat satu video puisi lagi, karya Yenni Satriani.
Selanjutnya, kami menyusuri jalanan kota Kairo, melintasi beberapa jembatan yang membelah sungai Nil, dan berhenti tepat di depan makam seorang imam besar yang sangat terkenal di kalangan umat Islam, terutama di Indonesia, yaitu: Imam Syafii. Ajarannya banyak diadopsi oleh para ulama dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari makam Imam Syafii kami melanjutkan perjalanan menuju restoran lokal bernama Maulana Restaurant, dengan menu utama ayam bakar dan daging bakar. Alhamdulillah citarasanya sesuai dengan lidah Indonesia.
Usai makan siang, kami menuju hotel Pyramid Front untuk check in, istirahat, dan makan malam. Sungguh, badan kami yang lelah setelah menempuh perjalanan ribuan kilo terasa begitu rileks saat rebah di empuk kasur dalam kamar hotel Pyramid Front yang luas dan nyaman.
(Bersambung)